ASI IS THE BEST
"Ih, siapa juga sih yang ngga tahu? Semua pasti tahu ini. Apalagi di dunia kaum wanita. Belakangan pun banyak lembaga didirikan untuk memperjuangkan keberadaan ASI sekaligus mensosialisasikan program ASI eksklusif. Tapi, kadang saya merasa ada yang kurang dari teriakan-teriakan program tersebut. Saya sebagai ibu yang gagal (baca: GAGAL bukan tidak mau) memberikan ASI eksklusif untuk anak seperti tidak mendapatkan tempat di dunia. Seakan-akan fakta tidak dapat memberikan ASIX belum cukup “menghukum” saya, posisi ibu macam saya ini juga seringkali dipojokkan. Entah berapa kali kuping (dan hati, ceile!) ini ‘panas’ karena harus mendengar Igo dicap “anak sapi”. Warna kulit saya memang tidak putih, tapi masa iya saya hitam, putih, gempal, dan bersuara “mooo” alias sapi? Hehe.
ASI NAZI. Itu istilah yang saya pakai untuk mereka yang menghakimi ibu yang gagal memberikan ASI eksklusif. Para ASI NAZI ini biasanya sibuk bertanya apakah seseorang memberikan ASI eksklusif atau tidak. Dan ketika jawabannya adalah tidak, mereka tidak malu untuk kemudian membombardir si subjek dengan rentetan pertanyaan yang tanpa disadari telah memasuki wilayah pribadi seseorang. Ya, menurut saya menyusui itu isu pribadi. Tidak perlu lah orang tahu detil alasan kenapa seorang ibu gagal memberikan ASIX pada anaknya. Apalagi sampai menghakimi yang bersangkutan.
Saya tidak pernah bercita-cita untuk memberikan susu formula pada anak saya. Kalau ya, buat apa saya mempersiapkan diri untuk melakukan hal tersebut? Buat apa saya menyisihkan uang untuk membeli electric breast pump yang tidak murah itu? Buat apa saya bela-belain bangun tengah malam untuk menyusui dengan puting susu luka, belum lagi harus sering-sering makan hidangan dingin setelahnya untuk “isi bensin”? Situasi dan kondisi saya membuat saya gagal memberikan ASIX untuk Igo. Mungkin di luar sana ada jutaan ibu dengan situasi (jauh) lebih buruk dari saya dan masih bisa berhasil memberikan ASIX untuk anaknya, good for them. God knows how much I envy them. Situasi mengharuskan saya mengambil sebuah pekerjaan yang memperbolehkan saya bekerja dari rumah (tapi ternyata benar-benar menguras waktu istirahat). Di sinilah malapetaka itu bermula. Saya yang baru saja melahirkan, selain harus beradaptasi dengan status baru, juga harus lebih handal lagi ber-multi tasking karena dikejar deadline pekerjaan. Puncaknya, suatu hari di minggu ke-4 menyandang status ibu, saya panas tinggi. Dan tiba-tiba saja ASI berhenti keluar. Ya, berhenti. Bukan seret, bukan berkurang drastis tapi berhenti total. Untungnya di lemari es masih tersedia ASIP yang memang sengaja saya tabung. Untuk pertolongan pertama, Igo diberikan ASIP dengan menggunakan sendok. Sayang keadaan tidak membaik untuk kami. Saya berangsur pulih tetapi ASI tetap nihil. Dan saya pun harus membuat keputusan yang berat: memberikan susu formula untuk Igo. Sedih ngga sih? PASTILAH!
Pengalaman memang guru yang terbaik. Karena punya pengalaman tidak enak, saya berusaha mengumpulkan lebih banyak informasi dan menjalin hubungan dengan sesama ibu lebih baik lagi. Semuanya saya jadikan bekal untuk anak kedua kelak (yang entah kapan munculnya, hehe) dan tak lupa, saya jadikan semuanya itu bahan untuk membantu teman atau saudara yang mungkin masih minim pengetahuannya soal ASI dan segala tetek bengeknya. Selain perlu berkonsultasi soal laktasi ke pihak yang memang memahaminya, menurut saya sharing dengan seseorang yang membuat kita nyaman bisa menjadi penyemangat ketika diri sedang down soal menyusui. Seseorang itu tidak harus konsultan laktasi, the person could be just a friend who can boost your confidence without judging you.
Pengalaman mengajarkan saya bahwa untuk seorang ibu memberikan ASIX pada anaknya tidak hanya membutuhkan dukungan suami tetapi juga dukungan dari semua orang. Memang sih dukungan orang terdekat paling penting tapi pihak lain di luar lingkaran terdalam kita juga harus diberi edukasi agar program ASIX bisa sukses dilakukan.
Dukungan untuk ibu menyusui:
* Asupan makanan yang cukup. Kalau bisa sih di awal-awal masa menyusui (saat masih harus beradaptasi), kebutuhan ibu menyusui sudah ada yang membantu. Misalnya: makanan selalu tersedia sesuai kebutuhan. Seorang rekan kerja di kantor mengakui bahwa awal keberhasilannya memberikan ASIX adalah karena almarhumah ibunya benar-benar “melayani” semua kebutuhannya dengan baik. Beliau menyiapkan sarapan, camilan…you name it…semua langsung tersedia tanpa diminta.
* Istirahat tanpa gangguan. Di awal menjadi seorang ibu, jadwal pasti amburadul. Banyak yang bilang di saat si anak tidur sebaiknya si ibu juga ikut beristirahat, praktiknya? Tentu tidak semudah teori. Mungkin orang-orang terdekat bisa diminta untuk membantu menjaga si kecil agar si ibu bisa beristirahat dengan maksimal atau paling tidak melakukan kegiatan pribadi seperti mandi dan makan tanpa “gangguan”.
* Action speaks louder than words. Lebih baik melakukan sesuatu untuk membantu si ibu dibanding hanya sibuk bertanya atau melontarkan informasi dan kalimat yang tanpa disadari justru akan membuat mental si ibu down. Misalnya: “Produksi ASI itu kan tergantung permintaan. Selama ada demand, supply jalan terus”, saya tidak berkata bahwa kalimat itu salah ya. Namanya butuh, anak pasti akan demand kan? Dengan berkali-kali mendengar kalimat itu, saya malah tambah stres dan stres kan menambah mampet ASI. Hadeh. It’s a vicious cycle. Sebaiknya lihat kebutuhan si ibu lalu bantu dengan maksimal. Titik.
Catatan untuk kita semua:
* Walaupun istilah “anak sapi” cukup umum digunakan tapi ada baiknya dihentikan. Sudah cukup lah “penderitaan” kami, para ibu gagal ASIX, dalam menanggung kegagalan itu. Besides apakah Anda suka jika anak Anda diperolok dengan sebutan-sebutan aneh?
* Kaum ibu memberikan ASIX untuk kebaikan. Kebaikan anak dan dirinya. Alangkah bagusnya jika kebaikan itu tidak dikotori dengan perasaan sombong.
* Gagal ASIX bukan berarti seseorang gagal menjadi seorang ibu yang baik. Sukses ASIX juga tidak bisa dikategorikan sebagai ibu yang sukses. Nilai menjadi ibu yang baik bukan dilihat dari situ. Good parenting is not about us giving exclusive breast feeding or homemade food but how to raise our children to be the best that they can be."
sumber : mommiesdaily.com
Artikel diatas bukan aku yang menulis tapi sedikit banyak aku setuju dengan apa yang ibu Sanetya (sorry kalo sampai salah sebut nama)karena aku juga gagal memberi asi eksklusif buat anakku Gilbert,asi diberikan cuma sampai umur 5 bulan saja. Produksi ASIku sedikit padahal selama kerja aku sudah berusaha memeras ASI tapi produksi tetap sedikit sampai pada akhirnya Gilbert menolak asi pada usia 5 bulan. Bagaimanapun juga seorang ibu yang habis melahirkan itu butuh dukungan bukan kata2 yang menyudutkan,jika ibu senang maka produksi ASI akan berlimpah(teorinya begitu). Sampai sekarang aku masih menyesal dan sedih karena tidak bisa memberikan ASIX pada anakku tapi aku berusaha menjadi Bunda yang baik buat anakku dengan cara yang lain. Teman2 yang gagal memberikan ASIX tetap kuat ya,semoga untuk selanjutnya bisa memberikan ASIX buat anak tercinta. BERUSAHA BERJUANG... Related Post
thanks infonya, sangat bermanfaat
BalasHapus